Monday, April 11, 2016
On 5:03:00 AM by LombokFamilyConsulting in @Trilogi Cinta Maulana, Keagungan Pribadi Maulana, Majlis al-Aufiya wal Uqola, Sejarah Maulanasyaikh 12 comments
ILMU ITU
TELAH PERGI
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدَ
عَالِمٍ بِعُلُوِّ شَأْنِ الْعِلْمِ وَاَهْلِهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
عَلَى مُحِبِّيْهِ الْجَلِيْلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحَابَتِهِ
Zainuddin adalah ahli ilmu sekaligus inspirasi
ahli ilmu
dalam hal ketaatan,
kesabaran,
ketekunan,
keshalihan,
kecerdasan,
kejujuran, dan
kecintaan pada madrasahnya.
Zainuddin adalah ilmu;
terlalu banyak pelajaran yang diambil oleh
keluarga besar al-Shaulatiyyah
dari pribadi Zainuddin.
Zainuddin adalah kitab,
catatan,
prosa,
puisi.
Zainuddin menjadi pujian atas keagungan ilmu
dan ahlinya.
Wujud Zainuddin adalah ilmu itu sendiri.
Ilmu hidup yang dimiliki al-Shaulatiyyah.
(Renungan Majlis atas Nyanyi Sunyi Syaikh Salim
Rahmatullah dan
Keharuan Syaikh Sayyid Muhammad bin
Alawi bin Abbas al-Maliki)
{
Suatu
hari di madrasah al-Shaulatiyyah, ada sesuatu yang luar biasa, tepatnya
kesedihan yang susah tergambarkan dengan kata-kata. Kesedihan akibat kehilangan
yang teramat dalam. Kesedihan yang berbaur dengan kebanggaan. Kehilangan yang
bertabur dengan keharuan. Saat itu Mudir al-Shaulatiyyah membuka rahasia
hatinya atas cintanya yang teramat dalam pada muridnya, Zainuddin. Cerita ini
adalah cerita gairah ahli ilmu pada sukacita mengajar sepanjang tahun di
madrasah tertua di jazirah Arabia itu. Cerita tentang kehadiran murid cerdas
dan paling berpengaruh dalam sejarah madrasah itu. Dialah Zainuddin, putra
Indonesia.
Suatu
hari Zainuddin datang dengan penuh harap untuk menjadi murid di madrasah itu.
Ditentengnya ijazah sekolah dasar atau sekolah rakyat pemerintah Belanda. Ternyata
ijazah itu tidak penting. Untuk bisa duduk di madrasah itu, siapapun tak
terkecuali Zainuddin, wajib mengikuti ujian masuk. Hari itu Zainuddin diterima
oleh guru Muda bernama Hasan bin Muhammad. Guru muda yang nyaris seumuran
dengan Zainuddin.
Hari itu
juga sang guru muda meminta Zainuddin agar siap diuji. Ujian pun berjalan
lancar. Berdasarkan hasil tes, Zainuddin dinyatakan lulus dengan kenyataan yang
tidak dibayangkannya. Ia dinyatakan lulus di kelas tiga. Dalam rasa tidak
percaya, Zainuddin memohon langsung pada guru muda yang berada di hadapannya
agar ia diperkenankan tidak langsung di kelas tiga. Ia meminta agar bisa
belajar dari kelas dua. Keinginannya tidak langsung diterima karena berdasarkan
hasil placement test Zainuddin berhak di kelas tiga. Dengan pertimbangan
yang disampaikan oleh calon murid cerdas itu, akhirnya ia diperkenankan masuk
di kelas dua.
Bismillah,
hari itu ia belajar di kelas dua.
Murid yang
direkomendasikan di kelas tiga namun memilih belajar di kelas dua itu ternyata
murid luar biasa. Kemampuannya sangat luar biasa. Diikutinya proses belajar
dengan mudah, namun justru kemudahan belajar bagi Zainuddin yang super cerdas tersebut membuat guru di kelas menjadi kurang nyaman.
Ketidak-nyamanan yang bukan
bermakna negatif. Hal itu karena guru harus memiliki cara berbeda menghadapi
murid al-Indonesiy itu. Ia bukanlah murid biasa dengan kemampuan
rata-rata, namun dia adalah murid dengan kecepatan belajar yang luar biasa.
Guru
kelas dua menyadari potensi muridnya dan progress atau kemajuan murid
tersebut dilaporkan kepada mudir atau kepala sekolah. Sidang dewan guru
menetapkan Zainuddin untuk dinaikkan kelasnya. Sidang terasa istimewa karena
gurunya menginginkan ia tidak naik kelas dengan kawan-kawannya atau naik ke kelas
tiga. Sidang menaruh perhatian luar biasa pada murid fenomenal itu. Mungkin
saja tidak seluruh guru tahu bahwa murid itu dahulu memang murid kelas tiga
yang meminta ditempatkan di kelas dua. Sidang yang taklazim itu kemudian
menempatkan Zainuddin dengan keputusan luar biasa. Zainuddin meninggalkan kelas
dua dan melompati kelas tiga.
Zainuddin
akhirnya diputuskan untuk ditempatkan di kelas empat. Bukankah dahulu ia diminta
masuk ke kelas tiga. Bukankah benar pertimbangan gurunya Hasan bin Muhammad
bahwa kelas dua tidak cocok baginya. Bukankah itu berarti kelas tiga memang juga
bukan untuknya. Ia sebenarnya murid kelas empat. Lalu dijalaninya hari-hari
belajar di kelas empat. Sungguh di kelas ini juga ia menjadi murid yang luar
biasa. Guru-guru di kelas empat justru menjadi kerepotan mengajar bukan karena
menghadapi murid yang masuk kelas
akselerasi tersebut. Para guru bukan repot karena harus mengajar murid dengan
beberapa penyesuaian tersebut. Yang menjadi soal adalah murid super cerdas ini
ternyata sama sekali tidak mengalami kesulitan mengikuti pelajaran.
Menghadapi
kelas Zainuddin, para guru tidak seperti menghadapi kelas yang lain. Para guru
harus belajar ekstra sebelum masuk kelas Zainuddin. Para ulama itu benar-benar
harus siap jika masuk mengajar di kelas Zainuddin. Para guru bangga memiliki
murid cerdas tersebut namun tentu saja kebanggaan itu harus berimbas pada
keseriusannya belajar mempersiapkan diri menghadapi muridnya, Zainuddin dan
kawan-kawan.
Di kelas
empat Zainuddin juga mendapat teman baru yang justru telah mengenyam pelajaran
kelas tiga. Lama belajar temannya saat kelas tiga dahulu dan juga umurnya tentu
saja berbeda dengan Zainuddin. Di kelas ini lagi-lagi Zainuddin membuat teman
sekelasnya geleng-geleng kepala. Bagaimana mungkin murid dari Lombok itu tidak
kesulitan sama sekali dalam semua mata pelajaran. Maulana Hasan bin Muhammad
juga begitu riangnya setiap kali mengajar di kelas Zainuddin.
Bahkan al-Syaikh Hasan kerap membawa karangannya ke dalam
kelas Zainuddin. Salah satu kitab karangannya adalah al-Taqrirat
al-Tsaniyyah Syarah al-Manzumat al-Baiquniyyah. Saat di kelas, sang Syaikh
meminta Zainuddin mengoreksi (mentashih) karangannya langsung di depan
kawan-kawannya. Al-Syaikh
Hasan yang bergelar al-Muhaddits al-Ushul tersebut tidak memintanya
secara personal namun permintaan tersebut ditunjukkan secara terbuka di depan
teman-teman Zainuddin. Secara nyata (hal) Maulana al-Hasan menyatakan bahwa
muridnya super cerdas itu adalah ulama yang berhak mentashhih kitab karangan
ulama. Dalam hal ini tidak lain adalah gurunya yakni ulama al-Shaulatiyyah yang
amat disegani.
Saat
suasana belajar di kelas itu, Zainuddin pada awalnya menolak permintaan gurunya
mengoreksi kitab tersebut namun sang guru terus meminta agar Zainuddin memeriksa
kitab karangannya. Zainuddin malu pada dirinya dan juga sungkan kepada
temannya. Zainuddin merasa diri sangat tidak layak mengoreksi karangan gurunya
dan apalagi di hadapan kawan-kawan sekelasnya. Kitab itupun (dengan berat hati)
diterimanya dari sang guru dan didekapnya erat di jalanan pulang ke kosannya
sambil mengikuti pikirannya yang berkecamuk tentang hari belajar yang takwajar.
Sampai
akhirnya beliau membaca kitab tulisan gurunya tentang ilmu hadits tersebut.
Benar saja ujian khusus dalam bentuk koreksi kitab oleh Maulana al-Hasan telah
menempatkan murid cerdas itu pada bagian khusus di hati para ulama Haramain
tersebut. Ia dengan penuh ta’zim menyampaikan catatannya pada kitab tersebut
sebagai masukan atau koreksi. Dengan hati-hati ditulisnya catatan koreksi itu.
Dengan penuh kehati-hatian pula demi menjaga ta’zim disusunnya ungkapan yang
tepat ketika memberi catatan koreksi tersebut:
Untuk
beberapa pertimbangan beliau menulis: lau kâna kadzâ lakâna ahsan. [Seandainya ditulis
begini mungkin lebih cocok]. Beliau bercerita bahwa memberikan komentar tidak sulit namun adab kepada gurulah justru yang sangat
sulit dijaga. Beliau khawatir tidak tepat dalam memberi masukan atau koreksi
buku tersebut namun beliau lebih khawatir jangan sampai komentarnya tersebut
menjadi kurang sopan (su’ul adab) kepada gurunya. Koreksi beliau pada
buku tersebut kurang lebih tiga atau empat tempat.
Para
kawan dekatnya juga menyadari keahlian Zainuddin, seperti Syaikh Zakaria
Abdullah Bila, kawan sekelasnya dari Sumatera. Seorang murid al-Shaulatiyyah
yang ahli bahasa itu mengenang bagaimana ia takkuasa membendung hasratnya
mengalahkan Zainuddin. Zainuddin adalah kawan dekatnya sekaligus saingan
beratnya. Zainuddin adalah sahabatnya sekaligus kompetitor tangguhnya di al-Shaulatiyyah.
Zakaria minimal telah belajar di al-Shaulatiyyah lebih lama daripada Zainuddin.
Zakaria maksimal belajarnya, sempurna pula rajinnya merasa bahwa suatu saat
nanti ia dapat mengalahkan Zainuddin, sekali saja.
Sampailah
pada suatu hari ia menemukan cara jitu mengalahkan classmate-nya itu.
Itu jelang ujian akhir tahun dan salah satu mata ujiannya adalah Tafsir. Salah
satu referensi tafsir itu hanya ada di perpustakaan al-Shaulatiyyah dan tidak
dijual bebas. Bergegas ia menuju perpustakaan al-Shaulatiyyah dan meminta
kepada penjaga perpustakaan agar kitab tersebut dipinjaminya dan disimpankan
untuknya untuk diambilnya nanti. Ia juga berpesan agar tidak memberi tahu
siapapun yang mau meminjam buku itu.
Sambil
menyusuri jalanan kota Makkah ia kembali ke kosan-nya. Dalam terpekur
mengukur jalanan itu, ia menaruh yakin bahwa paling tidak di pelajaran tafsir
ia akan mampu mengalahkan Zainuddin. Rupanya Zainuddin juga mencari kitab yang
sama. Suatu hari Zainuddin menuju perpustakaan untuk meminjam kitab bersejarah tersebut.
Ia berusaha membolak-balik kitab-kitab tersebut. Nihil. Takjua dijumpainya
kitab tersebut. Ia yakin kitab itu ada di barisan atau jejeran buku-buku tafsir
tetapi kini kemana. Ia kemudian berpikir bahwa buku tersebut pasti sudah ada
yang meminjamnya.
Zainuddin
pun bergegas menuju penjaga perpustakaan. Sang penjaga mengatakan bahwa dia
tidak tahu tentang buku itu. Zainuddin pun bertanya lagi untuk menepis
keraguannya bahwa buku itu memang pernah ada di perpustakaan. Tanyanya yang
ragu dan berulang itu meyakinkan dirinya bahwa sang penjaga agaknya menyimpan
sesuatu. Diyakininya dari raut muka dan nada serta gaya bicaranya yang tertahan
itu, sang penjaga menyimpan konspirasi dengan peminjam buku tersebut.
Zainuddin
lalu mendekatkan wajahnya kepada penjaga itu dan berkata dengan setengah
berbisik, ”siapa sebenarnya yang pinjam buku itu, tolong beri tahu saya“.
Awalnya sang penjaga takbergeming namun akhirnya dia membisikkan kepada
Zainuddin agar rahasia konspirasi penjaga dengan siapa yang meminjam buku itu
tidak bocor. Sudahlah, kalau Zakaria yang meminjamnya pasti aku akan dapat
meminjamnya.
Dalam
langkah berpaut tanya yang takselesai ia pun menuju kosan Zakaria. Dia berdiri
ragu di depan pintu. Salam pun terucap dan sang pemilik kosan pun keluar.
“Saya mau pinjam buku, berikan saya membacanya karena sudah Anda pinjam”.
Betapa terperanjatnya Zakaria karena ternyata kongkalikong-nya dengan
penjaga perpustakaan terbongkar. Walaupun begitu tekadnya mengalahkan Zainuddin
di mata pelajaran ini tetap dikukuhkannya. Ia juga semakin kukuh meyakinkan
kawan baiknya tersebut bahwa bukan dia yang meminjam buku tersebut. Mata batin
Zainuddin melihat gejala ketidakwajaran itu. Namun begitu, tampaknya ia lebih
memilih sabar dan kemudian berpamitan pada kawan baiknya tersebut. Ia terjebak
dalam dilema antara ingin benar membaca buku itu dengan membongkar trik
takmanis kawannya itu dan mengukir sabar bahwa persahabatan lebih utama
dibandingkan meraih rangking di kelas.
Cerita
ini takterungkap jika saja Syaikh Zakaria, ulama sekaligus pedagang serta
pengarang cerdas itu tidak menceritakannya sendiri kisah konspiratif tersebut.
Untuk mengalahkan Zainuddin ia harus menyembunyikan kitab referensi tersebut
dan membacanya sendiri dengan harapan pembaca tentu tahu isi kitab tersebut dan
tentu dapat menjawab soal-soal ujian itu dengan mudah. Praduganya terkubur
ketika hasil ujian diterimanya. Ia menatap sahabatnya itu dalam rasa kagum yang
teramat dalam. Bagaimana mungkin Zainuddin mampu menjawab dengan demikian
sempurna setiap soal dalam kertas ulangan itu sekalipun tidak dibacanya buku yang
disembunyikannya itu. Bahkan di beberapa jawaban tersebut Zainuddin merangkai
jawabannya dengan syair (puisi) secara spontan saat ujian itu.
Zakaria
mengubur hasratnya menyaingi Zainuddin dan serta merta mendayung rasa kagumnya
pada kawannya itu. Zainuddin yang menjadi korban upaya cerdas menekuk
langkahnya yang selalu sukses juga sesungguhnya tahu itu. Namun jika saja tidak
diceritakan oleh sahabatnya, maka cerita kekaguman yang berbau sabotase itu
takkan terungkap. Zakaria niatnya hanya menguji apakah dirinya mampu
mengalahkan sahabatnya itu dalam hal nilai bukan semata ingin mengalahkan atau
menjatuhkan Zainuddin. Ia juga ingin menguji kadar kealiman kawannya itu jika
saja materi tersebut ujian tersebut luput dari belajarnya.
Nyatanya
kealiman Zainuddin semakin memesona dirinya, kawannya, guru-gurunya dan juga
seluruh keluarga al-Shaulatiyyah. Pesona kekaguman itulah yang diceritakan
bahwa bagaimana sedihnya keluarga besar al-Shaulatiyyah ketika Zainuddin tamat
dan pulang ke Indonesia. Benar saudaraku,
ini bukan cerita kekaguman namun ini adalah cerita kesedihan atas
kehilangan murid terbaik al-Shaulatiyyah. Tamatnya Zainuddin telah menjadi
prasasti abadi kebanggaan al-Shaulatiyyah namun juga kepergian Zainuddin dari
halaman al-Shaulatiyyah telah menciptakan rasa dan aura kehilangan yang tiada
tara bagi al-Shaulatiyyah.
Saudaraku,
yang pernah belajar langsung kepada Maulana al-Syaikh tentu tahu bahwa sekian
pujian yang disampaikan oleh guru dan pimpinan madrasah al-Shaulatiyyah. Pujian
al-Syaikh Amin Kutbi, madah Syaikh Salim, ikrar Syaikh Hasan Masysyath,
sanjungan kawan-kawannya, semua itu bukan semata pujian. Itu semua bahasa
batin, nyanyian jiwa, nada sukma yang mengalir pada diri para ulama besar itu
dan mengalir dalam tutur magis itu. Ini bukan keceriaan menyaksikan bulan yang
menerpa alam. Ini adalah nyanyian pujian dan kesaksian pada terang bulan yang
menjadi suluh dalam gelap alam maya dengan segala kelebihan yang tidak dimiliki
murid lain sepanjang sejarah al-Shaulatiyyah. Zainuddin adalah satu-satunya
murid al-Shaulatiyyah yang masih disimpan rapi lembar jawaban ujian akhirnya di
perpustakaan. Bahkan sampai saat ini.
Ketika
Zainuddin sudah tidak lagi di altar madrasah al-Shaulatiyyah, rasa kehilangan
itu amat nyata. Kehilangan yang teramat sangat dirasakan oleh pribadi ulama
besar bernama al-Syaikh Salim Rahmatullah, guru sekaligus mudir al-Shaulatiyyah
kala itu. Kecintaaannya pada Zainuddin terungkap lewat tuturnya yang teramat
dalam: cukuplah al-Shaulatiyyah punya satu murid saja asalkan seperti
Zainuddin. Ia bernostalgia bagai waktu dahulu saat Zainuddin masih di
al-Shaulatiyyah. Ia kerap bermimpi, akankah ada murid al-Shaulatiyyah yang
serupa atau mendekati kealiman Zainuddin.
Ungkapan
Syaikh Salim itu benar dan jelas bahwa itu adalah bahasa cinta sekaligus bahasa
kekaguman atas pribadi yang dicintainya. Zainuddin adalah putra terbaik yang
pernah dididik di al-Shaulatiyyah. Zainuddin adalah murid terbaik yang pernah
belajar di al-Shaulatiyyah. Zainudddin adalah pemuda terbaik yang melukis
keshalihannya dengan belajar jutaan hikmah dari guru-gurunya. Zainuddin adalah
anak emas yang telah dilahirkan oleh alam dan dibesarkan di al-Shaulatiyyah.
Zainuddin adalah kekasih Allah yang dirasakan hikmahnya oleh al-Shaulatiyyah
sepanjang zaman.
Mudir
menyadari itu. Mudir menyadari kehilangan yang tiada tara itu. Mudir menyadari
bahwa Allah belum menitipkan lelaki cerdas melebihi Zainuddin. Gedung
al-Shaulatiyyah seakan merana, penghuninya nelangsa, guru-guru nyaris
kehilangan gairahnya. Lorong-lorong bisu, kelas kaku, halaman pucat pasi. Musim
demi musim hanya menyimpan kenang, akankah ada Zainuddin-Zainuddin lagi yang
datang ke al-Shaulatiyyah untuk belajar. Sampai wafatnya Syaikh Salim takjua
dijumpai pengganti murid yang sempurna keshalihan dan kecerdasannya. Rasa
kehilangan itu terlukiskan lewat ucapannya yang terlampau romantis: cukuplah
al-Shaulatiyyah punya satu murid saja asalkan seperti Zainuddin. Zainuddin
dinilainya sebagai satu-satunya cinta yang dimiliki al-Shaulatiyyah. Masa demi
masa tidak menyediakan penggantinya.
Kesedihan
dan rasa kehilangan diceritakannya kepada murid-muridnya. Mudir selalu, hampir
selalu merenung setiap kali mengingat Zainuddin. Salah seorang guru
al-Shaulatiyyah yang merekam tangis kehilangan itu adalah Syaikh Damanhuri
seperti yang dituturkan muridnya. Dalam cerita beliau, seperti dituturkan salah
satu murid al-Shaulatiyyah yakni TGH. Sahri Ramadlan (kastsarallah mistlah),
bahwa betapa al-Shaulatiyyah kehilangan yang teramat sangat. Betapa nama Zainuddin
adalah nama besar ulama al-Shaulatiyyah Makkah bukan semata ulama Indonesia.
Syaikh
Damanhuri saat itu tidak pernah bersua dengan Maulana al-Syaikh Zainuddin namun
nama Zainuddin telah menjadi buah hatinya karena Zainuddin telah menjadi buah
bibir Mudir yakni Syaikh Salim Rahmatullah, bahkan keluarga al-Shaulatiyyah. Hampir
di tiap pengajian beliau hampir selalu menyempatkan menyebut Maulana al-Syaikh
Zainuddin. Aneh. Padahal tidak pernah bersua. Aneh. Bagaimana Allah menanamkan
keyakinan pada diri sang Syaikh itu tentang keagungan Zainuddin, murid dari
gurunya itu. Bagaimana alumni madrasah al-Falah itu begitu mencintai Zainuddin
sebagaimana kecintaan guru-gurunya. Rasa cinta Syaikh Salim Rahmatullah kepada
Maulana juga merasuk dalam dirinya.
Salah
satu cerita kehilangan yang diceritakannya adalah bahwa dalam sekian kali
cerita kehilangan yang tiada tara itu, dalam suasana kenang duka kehilangan al-Syaikh
Salim pernah berkata:
ذَهَبَ الْعِلْمُ, ilmu
telah pergi.
Al-Syaikh
Salim cucu pendiri al-Shaulatiyyah itu menyatakan bahwa keluarga
al-Shaulatiyyah telah kehilangan ahli ilmu, al-Shaulatiyyah telah kehilangan
kebanggaan. Beliau menyatakan bahwa menara ilmu al-Shaulatiyyah telah redup
sinarnya. Sosok Zainuddin tidak dilihatnya sebagai murid semata tetapi
Zainuddin adalah referesentasi ahli ilmu dan kepulangannya ke Indonesia adalah
kehilangan bagi al-Shaulatiyyah. Zainuddin tidak diyakininya hanya ahli ilmu
sebagai pribadi tetapi Syaikh Salim cucu Syaikh Rahmatullah itu merasa kekeringan
ilmu di al-Shaulatiyyah karena tidak ada lagi yang memacu guru-guru di
al-Shaulatiyyah demikian aktif menghadapi siswa terpilih itu. Tidak ada lagi
yang bisa menjadi contoh terdekat yang mendorong aktif murid-murid
al-Shaulatiyyah setelah Zainuddin pergi.
Zainuddin dinilainya sebagai ahli ilmu sekaligus
inspirasi ahli ilmu dalam hal ketaatan, kesabaran, ketekunan, keshalihan,
kecerdasan, kejujuran, dan kecintaannya pada madrasahnya. Zainuddin dinilainya
sebagai ilmu karena terlalu banyak pelajaran yang diambil oleh keluarga besar
al-Shaulatiyyah dari pribadi Zainuddin. Zainuddin menjadi kitab, menjadi
catatan, menjadi natsar (prosa), menjadi syair (puisi). Zainuddin menjadi
pujian atas keagungan ilmu dan ahlinya. Wujud Zainuddin menurut Syaikh Salim adalah
ilmu itu sendiri. Ilmu yang hidup yang pernah dimiliki al-Shaulatiyyah.
Kini
kurang lebih 85 tahun setelah Maulana al-Syaikh meninggalkan madrasah itu,
namanya masih menggema di tanah Makkah. Al-Syaikh
Salim telah tiada dan digantikan putranya al-Syaikh
Mas’ud lalu digantikan oleh Syaikh Majid. Semuanya mengenang Zainuddin.
Zainuddin putra Lombok yang dihormati oleh gurunya karena keluhuran budi,
keluasan ilmu dan keagungan pribadinya.
Pantaslah
al-Syaikh Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki sekembalinya dari Ziarah
kepada Maulana al-Syaikh pada tahun 1980-an di depan murid-muridnya beliau
berikrar bahwa Maulana al-Syaikh Zainuddin adalah manusia yang tiada
bandingannya. Zainuddin adalah manusia yang tiada duanya. Beliau berkata:
مَا فِيْه غَدُّهُ فِى الْعَالَمِ, Zainuddin tiada duanya
di dunia.
Salam untukmu wahai guruku,
Salam bi azka al-salam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Search
Popular Posts
-
Kini telah tiba saatnya HULTAH NWDI nan jaya Dengan izin Yang Maha Kuasa Kita dapat merayakannya 79 tahun usianya Di tanah ...
-
Tasbih Tawajjuh Maulanasyaikh Ini adalah salah satu shalawat kepada Nabi Muhammad yang disusun dan diijazahkan oleh Maulanassyaikh TGKH M....
-
ILMU ITU TELAH PERGI اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدَ عَالِمٍ بِعُلُوِّ شَأْنِ الْعِلْمِ وَاَهْلِهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحِبِّ...
-
Adalah seorang nahkoda bernama Ladini Rasyidi, pada suatu hari memulai pelayaran dari Sulawesi menuju Surabaya. Di tengah laut lepas ka...
-
Al-Magfurulah Maulana Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid selaku Ummu Rauhun wa Raihanun sekali gus pendiri Organisasi Kemasyar...
-
Drs. H. Lalu Gede Wira Sentana bersama Pendiri NW dan anak emas Bismillahiwabihamdihi "Pokoknya, NW; Pokok NW, Iman dan T...
-
ORANG MAROKO ITU SEMBUH DI LOMBOK Adalah seorang wanita muslimah asal Maroko tinggal bersama kakak laki-lakinya bernama Din Paris. Kak...
-
Bismillahiwabihamdihi TGKH. MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MAJID telah terkenal jauh sebelum kita lahir, selain karena keberhasilan Beli...
-
Pada pagi itu, semua jalan yang menuju kebun ayu dari segala penjuru dipagar betis. Dijaga ketat oleh aparat berseragam lengkap dengan ...
-
NAHDLATUL WATHAN DALAM "TAMBAHAN BERITA NEGARA RI" 1960 Bismillahiwabihamdihi Subhanallah, Walhamdulillah, Walaa Ilaha Ill...
Sample Text
Blog Archive
-
▼
2016
(11)
-
▼
April
(10)
- KARAMAH MAULANASYAIKH: JEMARI BERTASBIH
- KARAMAH MAULANASYAIKH: MENEROBOS PAGAR BETIS
- KARAMAH MAULANASYAIKH: TIDAK BASAH DIGUYUR HUJAN
- KARAMAH MAULANASYAIKH: TONGKAT ITU BERUBAH MENJAD...
- KARAMAH MAULANASYAIKH: ORANG MAROKO ITU SEMBUH DI ...
- Rinjani itu adalah Maulanasyaikh TGKH.M.Zainuddin ...
- SHOLAWAT QA'IM BIHUQUQILLAH & DOA TASBIH TAWAJJUH
- MEMANDIKAN JANAZAH MAULANASYAIKH
- SEJARAH MAULANASYAIKH: ILMU ITU TELAH PERGI
- SEJARAH AL-BAQIYATUSH SHOLIHAT
-
▼
April
(10)
Powered by Blogger.
Subhanallah,,
ReplyDeleteBegitu alim dan cerdas beliau,,
Tabaarakallah..,
DeleteSubhanallah,,
ReplyDeleteBegitu alim dan cerdas beliau,,
Ya Allah semoga anak keturunanku bisa mewarisi ilmu, ibadah serta akhlak dan kepribadian Maulana Syekh Zainuddin Abdul Majid,,Allahumma Amin.
ReplyDeleteMudahan di antara keturunan kita ad yg seperti Syaikh Zainuddin. Amin allahuma amin
ReplyDeleteInsya Alloh, cucu beliau (TGB zainul majdi) salah satu berlian yg dimiliki ntb, indonesia dan dunia dan islam menuju kebangkitan bangsa, dan kejayaan islam dimasa mendatang
ReplyDeleteAAMIN YA RABBALAALAMIN
DeleteSUBHANALLOH,,, Maha besar ALLAH dan tiada sekutu baginya,,
ReplyDeletepada setiap barisan cerita ini membuat aku merinding,, ingin meneteskan air mata,
Ilmu hikmah yang maha tinggi jelas mengalir di setiap langkah Maulana Syaikh, dengan rasa ta'zim kpd ilmu dn gurunya mmbuat beliau menjadi murid yg tiada duanya didukung dengan kecerdasan beliau...
ReplyDeleteSmg kita muridnya dpt bagian hikmah jua....
subhanALLAH
ReplyDeleteKekaguman dan kebanggaan kita pada guru mari kita ikuti dengan mengamalkan apa yg telah disampaikan dan diberikan kepada kita, sejauh yang saya tau, "sebaik baik orang islam adalah orang yang mengaku salah dan bertaubat (minimal istigfar 70-100 sehari), dan sebaik baik orang NW adalah orang yg berwirid (minimal mengamalkan kaifiat shalawat nahdlatain dan doa pusaka)
ReplyDeleteKekaguman dan kebanggaan kita pada guru mari kita ikuti dengan mengamalkan apa yg telah disampaikan dan diberikan kepada kita, sejauh yang saya tau, "sebaik baik orang islam adalah orang yang mengaku salah dan bertaubat (minimal istigfar 70-100 sehari), dan sebaik baik orang NW adalah orang yg berwirid (minimal mengamalkan kaifiat shalawat nahdlatain dan doa pusaka)
ReplyDelete